Blog personal berisi informasi menarik untuk anda semua pengunjung blog ini

Mengenang Tragedi Berdarah dan Tangisan Silalow-Amalohi

Di sore hari saat tubuh hanya ingin berbaring melepaskan lelah sejenak. Tiba-tiba dari luar jendela kamar orang-orang berlari panik. Ada apa? Melepaskan bantal dan berjalan keluar. Para lelaki membawa parang dan tombak. Ada yang membunyikan tiang listrik. Ada yang berteriak “Pela Dong Oto dapa tahang di Hualohi,  pela dong minta bantuan”. Ditambah kerasukan Roh Nenekmoyang tiga orang perempuan Sepa/Amalohi yang menangis meminta bantuan dari kakaknya, Kamarian/Silalow dan dibalas oleh tangisan yang tidak tega melihat adiknya susah.  Keadaan semakin memanas saat mereka mendengar kabar sudah ada korban dari Silalow. Ditambah berita yang sampai ke telinga kami, satu saudara pela perempuan di suruh telanjang, diperkosa dan di bunuh. Tidak bisa menahan emosi, semua orang marah. Darah mendidih, hati sakit lalu menangis.

Lalu pasukan Kusu-Kusu membawa parang dan tombak hendak mau berangkat ke Hualohi untuk menyelamatkan pela yang lagi disandra. Perjalanan pasukan dihalangi di jalan Marpone oleh orang tua karena harus ke Baleo untuk atur adat. Masa semakin bertambah banyak. Bapa, anak muda dan remaja lelaki pergi membawa alat perang ke baleo.

Ini masa krisis. Tidak ada pilihan untuk diam. Hanya ada jalan tengah. Tidak maju saudara pela mati semua. Jarak yang cukup jauh semakin membuat kami gelisah. Rasa bercampur sedih, takut dan gelisah. Entah dimulai dari mana menjelaskannya. Ada lebih dari 15 mobil penumpang dan trek mengantarkan rembongan pela Sepa (Amalohi) yang pulang dari Kamarian (Silalow). Mereka lebih dari 3000 orang. Dalam perjalanan melewati negeri Hualohi beberapa mobil/trek dan sepeda motor deretan terkahir di tahan/Sandra.

Laki-laki anak Sepa melawan dengan batu apa adanya. Sebaliknya dari pihak sebelah dengan perlengkapan lengkap. Parang dan alat-alat tajam lainnya.  Melawan beberapa jam sebagaian saudara Sepa lari ke hutan. Info yang didengar dari mereka yang pulang perang 15 orang ada di hutan dan  ada yang disuruh berenang ke laut. Dan ada yang dibunuh dimakamkan, 30 Desember di negeri Sepa (7).

Pasukan Amalohi sampai di lokasi kejadian. Sempat dalam perjalanan tertahan oleh bapa raja Sepa untuk memohon Pasukan Pela Amalohi tidak menyerang. Tidak tahu pembicaraan selanjutnya. Setelah pasukan perampat beberapa saudara Sepa dengan trek berhasil kembali ke Kamarian. Penyerangan berhenti dan pasukan ditarik mundur ke Latu setelah adanya lima korban dari Amalohi yang tembak dari orang Hualoy ( tidak tahu masyarakat?)
Keadaan tegang. Menunggu dan kuatir. Sebab tiga mayat diletakan begitu saja di jalan Aspal Hualohi.  Menunggu ABRI. Menjelang petang Kabaresi menunju lokasi kejadian. Marah. Amalohi-Silalow menangis, mendesak Kabaresi untuk mencari saudara Sepa, mengangkat mereka keluar dari negeri itu. Sekitar pukul 23.00 WIT  pasukan di perintahkan pulang ke Kamarian. Kami mendengar mayat sudah pulang ke Sepa. Hari ini, 30 Desember 2012 satu hari sesudah  penyerangan itu. Kami semua merasa sakit, menangis dan merasa kehilangan. Harga diri kami rasanya di olok-olok dan dicoret karena saudara kami diperkosa dan dibunuh.

Tepat di hari ini Kapolda dan sebagaian pasukan TNI-ABRI menuju tempat kejadiaan. Darah kami mengamuk. Kecewa dan dendam. Kami butuh keadilan dan perlindungan. Kami butuh kepastian pelaku. Mungkinkah mereka itu manusia binatang karena cara membunuh dan membantai babi buta dan penembakan senjata yang tepat sasaran seakan menimbulkan banyak Tanya (?).

Semua jalan ditutup. Kami perlu bicara dengan KAPOLDA.  Kalau kasus ini tidak ditangani dengan baik, tidak ada yang menjamin. Pernyataan ini luapan emosi kami. Bukan dua orang yang meninggal. Lebih dari lima dan ada yang luka. Tengah hari matahari masih memanas di atas langit-langit. KAPOLDA dan rembongan kembali dari negeri Hualohi. Tiang listrik berbunyi tanda seluruh masyarakat berjalan ke jalan Uakain menunggu mereka. Luapan luka dan tangis kami rasakan sebabnya parang dan tombak dibawa sebagian lelaki. Kabar apa yang dibawa. Pelaku sapa yang bertanggungjawab, kami menanti jawaban kalian.

Lalu Upu latu Silalow-Amalohi berserta pendeta  berbicara dengan mereka. Empat orang ditahan sebagai tersangka pemicu konflik ini. Banyak diantara kami tidak puas, saat itu rasanya mereka ingin membunuh empat orang itu. Tidak tahu disembunyikan kemana mereka.  Sekarang mereka berteriak, bukan jalan sudah tapi kami tidak menjamin. Hukum mereka dengan seadil-adilnya janganlah memihak. Sekali lagi kami merasakan kehilangan. Negeri kami sunyi, kami berduka. Tidak terdengar suara kegembiraan karena beberapa saudara kami telah dan takan kembali lagi.

Orang mengatakan damai itu indah. Tetapi damai itu mahal. Tidak ada yang bisa menjamin hari ini dendam dan luka selasai. Siapa yang salah? Saudara kami luka, kami juga luka.  Saya sangat merindukan damai dari hati bukan dari mulut. Gong perdamaian di Maluku. Gong itu akan seharusnya berbunyi, bergetar di setiap hati orang Maluku. Seharusnya pengalaman Kerusuhan di tahun lalu membuat kita saling mengampuni dan sepakat berdamai.

Sekarang kami masih hidup dan berdiri ditanah pusaka pemberian Leluhur. Waikain selalu mengingatkan kita (Silalow-Amalohi) kalau kita saudara. Tragedi ini akan mengingatkan kita bersama kalau kita pernah merasa sakit, kehilangan dan luka bersama.
Nunusaku asal dua moyang kita. Satu ibu, satu ikatan, satu darah, satu sumpah dan selamanya kita bersaudara, Amalohi-Silalow. MESSE.
Back To Top